Prabowo adalah seorang muslim, terlepas dari
kadar keislaman dan pemahamannya terhadap Islam, dia juga punya
kelebihan. Kelebihannya pun juga sering diberitakan para pendukungnya di
berbagai media. Semoga Alloh Ta’ala memberikannya balasan yang setimpal.
Jokowi adalah muslim, terlepas dari kadar keislaman dan pemahamannya terhadap Islam, dia punya kelebihan. Kelebihannya sudah sering diumbar oleh para pendukungnya di berbagai media. Semoga Alloh Ta’ala memberikannya balasan yang setimpal.
Janganlah kelebihan kedua orang ini membuat masing-masing pendukung buta mata, mati akal, dan kerasnya hati, sampai membela keduanya secara membabi buta dan serampangan, hingga mendudukannya sekelas nabi. Jokowi adalah seorang manusia, maka dia punya banyak kekurangan dan kesalahan. Sebagaimana kekurangannya itu disebarkan oleh lawan-lawannya juga melalui berbagai media. Semoga Alloh Ta’ala mengampuninya atas kekurangan dan kesalahannya itu, dan mau menerima taubatnya jika dia bertaubat, karena ampunan-Nya begitu luas.
Prabowo juga seorang manusia, maka dia punya banyak kekurangan dan kesalahan. Sebagaimana kekurangannya itu juga disebarkan oleh lawan-lawannya melalui berbagai media. Semoga Alloh Ta’ala mengampuninya juga, dan mau menerima taubatnya jika dia bertaubat, karena ampunan-Nya begitu luas.
Janganlah kekurangan dan kesalahan kedua orang ini membuat lahirnya mata kebencian dari pendukung masing-masing, lalu olok-olok, caci maki, serapah, dan fitnah, sampai mereka menjadikan lawannya sekelas setan.
Pujilah yang perlu dipuji, dan kultus bukanlah pujian… Kritiklah yang perlu dikritik, dan fitnah bukanlah kritikan …
Pilihlah salah satu di antara mereka berdua, bukan karena benci dan cinta buta kepada pribadi, tapi karena ingin membangun negeri Indonesia, bumi Alloh, bumi kaum muslimin…
Kita harus memilih salah satunya, karena tidak mungkin memilih keduanya sekaligus, tidak mungkin pula membiarkan keduanya sekaligus… Ketika kita memilih A, bukan karena membenci dan memusuhi B, bukan pula karena B tidak cakap dan tidak mampu… Ketika kita tidak memilih B, bukan karena A lebih jago, cakap dan mampu dibanding B. Karena selama keduanya masih “Capres” maka keduanya sama-sama belum teruji kemampuannya sebagai Presiden. Namanya juga calon, belum ngapa-ngapain, baru rencana dan impian. Ketahuilah, cinta secara ekstrem itu buruk, dan benci secara ekstrem juga zhalim. Posisikanlah kedua Capres ini sebagai manusia biasa. Bukan malaikat, nabi, apalagi Rabb semesta alam. Tapi jangan pula posisikan mereka seperti setan yang jahat.
Bagi seorang Muslim, Al Qur'an dan As Sunnah adalah panduan, kapan pun dan di mana pun, dan dalam hal apa pun. Keduanya adalah pegangan hidup yang telah bergaransi anti sesat dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Pilihlah Capres yang lebih kecil keburukannya, ketika kita tahu semuanya memiliki keburukan. Sesuai kaidah irtikab akhafu dhararain (menjalankan kerusakan yang lebih ringan di antara dua kerusakan).
Pilihlah Capres yang lebih berpihak dan mengajak kepada shirathal mustaqim, Islam, dan Al Qur'an, yang semakin membuat kita dekat dengan Alloh Ta’ala, bukan justru semakin jauh dari Alloh Ta’ala dan agama, hura-hura dan maksiat, ketika kita mengetahui bahwa kedua Capres ini pasti memiliki goal setting dalam hidup mereka. Sesuai firman-Nya,
“Inna Haadzal Quran Yahdi Lillati Hiya Aqwam,” (Sesungguhnya Al Qur'an memberikan petunjuk ke jalan yang lebih lurus).
Pilihlah Capres yang lebih dicintai ulama dan dekat dengannya, mereka pun juga mencintai ulama dan menjadikan ulama sebagai tempat bertanya. Bukan hanya ketika kampanye saja, bukan pula sowan kepada musuh-musuh agama, ketika kita tahu bahwa ulama lebih paham tentang standar baik dan buruk, benar dan salah, dibanding orang kebanyakan. Sesuai firman-Nya,
“Fas’aluu Ahlaz Zikri Inkuntum Laa Ta’amun,” (Bertanyalah kepada ulama jika kalian tidak mengetahui). Juga sabda nabi, “Al-mar’u ‘Alad Diini Khaliilih,” (Keadaan agama seseorang tergantung siapa kekasihnya).
Pilihlah Capres yang di sekelilingnya berkumpul ahlul khair (pelaku kebaikan), bukan ahlul ma’shiyah (pelaku maksiat), ahlut thaa’ah (taat) bukan ahlul hawa (penyembah hawa nafsu). Sesuai sabda nabi,
“Al Arwaahu Junuudun Mujannadah,” (Sesungguhnya jiwa-jiwa itu akan berkomunitas dengan orang yang setipe dengannya).
Pilihlah Capres yang track record-nya jujur bukan pendusta. Karena nabi bersabda,
“‘Alaikum Bish Shidqi Inna Shidqa Yahdi Ilal Birr Wal Birru Yahdi Ilal Jannah,” (Hendaknya kamu jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa kepada surga).
Pilihlah Capres yang track record-nya bukan pendusta, karena berdusta adalah penyakit jiwa yang sulit sembuhnya. Ketika sudah terbiasa berdusta, maka korbannya bukan lagi satu manusia tapi satu negeri. Karena nabi bersabda,
“Wa Iyyakum Wal Kadzib, Innal Kadziba Yahdi Ilal Fujuur Wal Fujuur Yahdi Ilan Naar,” (Takutlah kamu terhadap dusta, karena dusta membawa kepada kejahatan, dan kejahatan membawa kepada neraka).
Pilihlah Capres yang mampu menjaga amanah bukan mengkhianatinya. Karena Alloh Ta’ala berfirman,
“Yaa Ayyuhalladzina Amanuu Awfuu Bil ‘Uquud,” (Wahai orang-orang beriman penuhilah janji-janji kalian). Firman-Nya juga, “Laa Takhuunullah wa Rasuul wa Takhuunuu Amanaatikum wa Antum Ta’lamun,” (Janganlah kamu mengkhianati Alloh dan Rasul dan mengkhianati amanah yang ada pada kalian dan kalian sendiri tahu hal itu).
Pilihlah Capres yang mampu bekerja secara genuine bukan dibesar-besarkan, dan puja puji oleh media semata, sebab kita memilih Presiden bukan aktor sandiwara.
Pilihlah capres yang kuat dan pemberani, itu modal untuk keselamatan negaramu dari serangan asing, dan modal perlindungan untuk rakyatnya.
Selamat memilih! Semoga Alloh Ta’ala memberkahi.
Oleh: Ust. Farid Numan
Islam memberikan tuntunan cara kita memilih sahabat dan pemimpin. Tidak ada yang terbaik dalam pandangan Islam, minimal tidak terlalu jauh dengan apa yang disyaratkan dalam ajaran Islam. Yang pertama seakidah. Karena keduanya mengaku sebagai muslim, maka carilah yang mengajak kita ke dalam ridho Alloh SWT, bukan yang mengajak senang-senang, hura-hura, pesta ataupun maksiat.
Pilihlah sahabat ataupun pemimpin yang meminta dukungan ataupun fatwa ulama dan saudara Muslim lainnya. Bukan kepada musuh-musuh Islam apalagi kepada diri sendiri, itu bentuk kesombongan. Jangan pilih yang biasa berdusta, karena itu bentuk penyakit jiwa. Apakah kita mau dikumpulkan bersama orang-orang yang rusak jiwanya???
Dusta dan sombong adalah bagian dari hal yang bisa merusak jiwa manusia. Betapa hinanya kita jika menyerahkan jiwa yang rusak kepada Alloh SWT.
Jokowi adalah muslim, terlepas dari kadar keislaman dan pemahamannya terhadap Islam, dia punya kelebihan. Kelebihannya sudah sering diumbar oleh para pendukungnya di berbagai media. Semoga Alloh Ta’ala memberikannya balasan yang setimpal.
Janganlah kelebihan kedua orang ini membuat masing-masing pendukung buta mata, mati akal, dan kerasnya hati, sampai membela keduanya secara membabi buta dan serampangan, hingga mendudukannya sekelas nabi. Jokowi adalah seorang manusia, maka dia punya banyak kekurangan dan kesalahan. Sebagaimana kekurangannya itu disebarkan oleh lawan-lawannya juga melalui berbagai media. Semoga Alloh Ta’ala mengampuninya atas kekurangan dan kesalahannya itu, dan mau menerima taubatnya jika dia bertaubat, karena ampunan-Nya begitu luas.
Prabowo juga seorang manusia, maka dia punya banyak kekurangan dan kesalahan. Sebagaimana kekurangannya itu juga disebarkan oleh lawan-lawannya melalui berbagai media. Semoga Alloh Ta’ala mengampuninya juga, dan mau menerima taubatnya jika dia bertaubat, karena ampunan-Nya begitu luas.
Janganlah kekurangan dan kesalahan kedua orang ini membuat lahirnya mata kebencian dari pendukung masing-masing, lalu olok-olok, caci maki, serapah, dan fitnah, sampai mereka menjadikan lawannya sekelas setan.
Pujilah yang perlu dipuji, dan kultus bukanlah pujian… Kritiklah yang perlu dikritik, dan fitnah bukanlah kritikan …
Pilihlah salah satu di antara mereka berdua, bukan karena benci dan cinta buta kepada pribadi, tapi karena ingin membangun negeri Indonesia, bumi Alloh, bumi kaum muslimin…
Kita harus memilih salah satunya, karena tidak mungkin memilih keduanya sekaligus, tidak mungkin pula membiarkan keduanya sekaligus… Ketika kita memilih A, bukan karena membenci dan memusuhi B, bukan pula karena B tidak cakap dan tidak mampu… Ketika kita tidak memilih B, bukan karena A lebih jago, cakap dan mampu dibanding B. Karena selama keduanya masih “Capres” maka keduanya sama-sama belum teruji kemampuannya sebagai Presiden. Namanya juga calon, belum ngapa-ngapain, baru rencana dan impian. Ketahuilah, cinta secara ekstrem itu buruk, dan benci secara ekstrem juga zhalim. Posisikanlah kedua Capres ini sebagai manusia biasa. Bukan malaikat, nabi, apalagi Rabb semesta alam. Tapi jangan pula posisikan mereka seperti setan yang jahat.
Bagi seorang Muslim, Al Qur'an dan As Sunnah adalah panduan, kapan pun dan di mana pun, dan dalam hal apa pun. Keduanya adalah pegangan hidup yang telah bergaransi anti sesat dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Pilihlah Capres yang lebih kecil keburukannya, ketika kita tahu semuanya memiliki keburukan. Sesuai kaidah irtikab akhafu dhararain (menjalankan kerusakan yang lebih ringan di antara dua kerusakan).
Pilihlah Capres yang lebih berpihak dan mengajak kepada shirathal mustaqim, Islam, dan Al Qur'an, yang semakin membuat kita dekat dengan Alloh Ta’ala, bukan justru semakin jauh dari Alloh Ta’ala dan agama, hura-hura dan maksiat, ketika kita mengetahui bahwa kedua Capres ini pasti memiliki goal setting dalam hidup mereka. Sesuai firman-Nya,
“Inna Haadzal Quran Yahdi Lillati Hiya Aqwam,” (Sesungguhnya Al Qur'an memberikan petunjuk ke jalan yang lebih lurus).
Pilihlah Capres yang lebih dicintai ulama dan dekat dengannya, mereka pun juga mencintai ulama dan menjadikan ulama sebagai tempat bertanya. Bukan hanya ketika kampanye saja, bukan pula sowan kepada musuh-musuh agama, ketika kita tahu bahwa ulama lebih paham tentang standar baik dan buruk, benar dan salah, dibanding orang kebanyakan. Sesuai firman-Nya,
“Fas’aluu Ahlaz Zikri Inkuntum Laa Ta’amun,” (Bertanyalah kepada ulama jika kalian tidak mengetahui). Juga sabda nabi, “Al-mar’u ‘Alad Diini Khaliilih,” (Keadaan agama seseorang tergantung siapa kekasihnya).
Pilihlah Capres yang di sekelilingnya berkumpul ahlul khair (pelaku kebaikan), bukan ahlul ma’shiyah (pelaku maksiat), ahlut thaa’ah (taat) bukan ahlul hawa (penyembah hawa nafsu). Sesuai sabda nabi,
“Al Arwaahu Junuudun Mujannadah,” (Sesungguhnya jiwa-jiwa itu akan berkomunitas dengan orang yang setipe dengannya).
Pilihlah Capres yang track record-nya jujur bukan pendusta. Karena nabi bersabda,
“‘Alaikum Bish Shidqi Inna Shidqa Yahdi Ilal Birr Wal Birru Yahdi Ilal Jannah,” (Hendaknya kamu jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa kepada surga).
Pilihlah Capres yang track record-nya bukan pendusta, karena berdusta adalah penyakit jiwa yang sulit sembuhnya. Ketika sudah terbiasa berdusta, maka korbannya bukan lagi satu manusia tapi satu negeri. Karena nabi bersabda,
“Wa Iyyakum Wal Kadzib, Innal Kadziba Yahdi Ilal Fujuur Wal Fujuur Yahdi Ilan Naar,” (Takutlah kamu terhadap dusta, karena dusta membawa kepada kejahatan, dan kejahatan membawa kepada neraka).
Pilihlah Capres yang mampu menjaga amanah bukan mengkhianatinya. Karena Alloh Ta’ala berfirman,
“Yaa Ayyuhalladzina Amanuu Awfuu Bil ‘Uquud,” (Wahai orang-orang beriman penuhilah janji-janji kalian). Firman-Nya juga, “Laa Takhuunullah wa Rasuul wa Takhuunuu Amanaatikum wa Antum Ta’lamun,” (Janganlah kamu mengkhianati Alloh dan Rasul dan mengkhianati amanah yang ada pada kalian dan kalian sendiri tahu hal itu).
Pilihlah Capres yang mampu bekerja secara genuine bukan dibesar-besarkan, dan puja puji oleh media semata, sebab kita memilih Presiden bukan aktor sandiwara.
Pilihlah capres yang kuat dan pemberani, itu modal untuk keselamatan negaramu dari serangan asing, dan modal perlindungan untuk rakyatnya.
Selamat memilih! Semoga Alloh Ta’ala memberkahi.
Oleh: Ust. Farid Numan
Islam memberikan tuntunan cara kita memilih sahabat dan pemimpin. Tidak ada yang terbaik dalam pandangan Islam, minimal tidak terlalu jauh dengan apa yang disyaratkan dalam ajaran Islam. Yang pertama seakidah. Karena keduanya mengaku sebagai muslim, maka carilah yang mengajak kita ke dalam ridho Alloh SWT, bukan yang mengajak senang-senang, hura-hura, pesta ataupun maksiat.
Pilihlah sahabat ataupun pemimpin yang meminta dukungan ataupun fatwa ulama dan saudara Muslim lainnya. Bukan kepada musuh-musuh Islam apalagi kepada diri sendiri, itu bentuk kesombongan. Jangan pilih yang biasa berdusta, karena itu bentuk penyakit jiwa. Apakah kita mau dikumpulkan bersama orang-orang yang rusak jiwanya???
Dusta dan sombong adalah bagian dari hal yang bisa merusak jiwa manusia. Betapa hinanya kita jika menyerahkan jiwa yang rusak kepada Alloh SWT.
"Sesungguhnya Alloh
membeli dari orang-orang yang beriman akan jiwa dan harta mereka dengan
(imbalan) bahwasannya bagi mereka surga."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar