Sebenarnya banyak pilihan judul. Pilihanku pada judul ini untuk menarik perhatian
karena ada PKS nya. Sebenarnya ini hanya tulisan untuk berbagi.
Menyemangati diri dan teman-temanku, sesama anggota Majelis Taklim Tanpa
Nama. Betul-betul tanpa nama. Bukan karena tidak bisa memilih nama
tetapi memang kami merasa nama itu tidak terlalu penting. Apalah artinya
10-20 orang di sebuah perumahan di pelosok Jawa Timur, yang letaknya
puluhan kilometer dari Surabaya. Dibandingkan Majelisnya para habib,
ustadz besar dan tokoh besar, kami tidak terhitung sebagai Majelis Taklim.
Namun kami tetap merasa sangat penting bukan karena ada tokoh atau
ustadz terkenal. Kami merasa keberadaan Majelis Taklim disebabkan kami
bisa merenda hari-hari kami dengan bertambahnya ilmu dan amalan Islam.
Kami merasa Majelis kami adalah majelis yang paling berharga bagi kami
walaupun kami tidak bisa mengundang tokoh, tapi selalu ada yang mau
datang untuk memberi kesejukan. Mengajarkan Islam dan keindahannya.
Sampai datang satu peristiwa: PKS kesruduk sapi !
“Bu Nia, taklim kita bagaimana? Apakah akan
bubar?” kata seorang ibu. Sayapun sempat terpikir begitu, ketika banyak
pengamat dikoran dan TV yang mengatakan: PKS akan hancur. PKS akan
bubar. PKS tinggal sejarah. Pertanyaan itu sangat wajar. Kerisauan
kami pun beralasan. Majelis Taklim kami memang banyak ditopang kader-kader
PKS. Hampir semua yang mengisi taklim kami adalah kader-kader PKS.
Kalau PKS bubar, ustadzahnya tidak mau datang lagi apa Majelis Taklim
tidak bubar? Memang hari gini masih ada ustadzah yang masih mau sabar
ngasih taklim kepada kami-kami?
Memang saat itu sempat terpikir waktu kami
berunding dengan ibu-ibu peserta majelis taklim. Apa sebaiknya kita
gabung dengan ibu-ibu majelis taklim yang lain? Tapi pikiran itu ditolak
oleh ibu-ibu yang lain karena dua sebab. Pertama karena sudah cocok
dengan cara penyampaian ustadzahnya yang ringkas, mengena dan praktis.
Kedua tempatnya lebih jauh tentu saja masalah datangnya dengan cara apa
menjadi masalah utama.
Masalahnya, kalau PKS bubar terus bagaimana
nasib kami? ditengah kegalauan kami ada usulan untuk telepon ustadzah
yang biasa mengisi majelis taklim. Oh, kenapa ide ini tidak
kemarin-kemarin keluar? Ketika kami menelepon ustadzah M tentang
kelanjutan Majelis Taklim Tanpa Nama kami maka jawaban ustadzah memberi
jawaban yang sangat melegakan. Ternyata kami tidak jadi bubar!
Alhamdulillah…. Serempak keluar dari mulut kami mendengar jawaban lewat
telepon.
Ustadzah M, yang biasa ngisi taklim masih muda,
mungkin usianya lebih muda dari kami tapi pemahaman Islam jauh diatas
kami. Ketika beliau sudah hadir dalam acara taklim sore itu, ibu-ibu
mengusulkan agar kali ini diisi dengan tanya jawab karena banyak
pertanyaan yang akan ditanyakan. Ustadzah dengan sabar melayani kami.
Beberapa pertanyaan sempat kami lontarkan, diantaranya tentang
kelanjutan taklim kami. Kami ingin mendengar penjelasan panjang yang
mungkin akan terlewat jika lewat telepon. Beliau justru menjawab sambil
tersenyum: Justru tidak ada alasan. Lho, kenapa memangnya? Ketika kita
belajar Islam dan berusaha memahami dengan baik, berusaha mengamalkan
apa yang kita tahu.
Ketika kita meneruskan usaha kita tentu tidak perlu
ditanyakan mengapa meneruskan? Justru yang berhenti itu yang perlu
ditanya, mengapa berhenti? Subhanallah. Alasan yang sangat masuk akal.
Ketika ada yang melontarkan pertanyaan tentang
mengapa berdakwah melalui partai? Seandainya tidak berpolitik bukannya
majelis taklim dan dakwah lebih tenang? Beliau menjawab: Betul. Kalau
berkiprah melalui politik tentu saja ada tantangan dan persaingan. Tanpa
berpolitik tidak ada yang terancam keberadaannya tetapi dengan melalui
politik akan banyak yang merasa terancam keberadaannya, keburukan yang
dulu mereka bisa lakukan dengan bebas, sekarang tidak lagi bisa
dilakukan. Atau minimal berkurang.
Ketika pertanyaan dilanjutkan, kalau berdakwah
melalui PKS mengapa tidak pernah meminta kami mencoblos PKS? Ustadzah
tersenyum lebar kemudian menjawab: memperjuangkan Islam itu perlu
kesiapan mental. Sekarang, dalam majelis taklim ini kita sedang
mempersiapkan diri. Mempersiapkan keislaman kita, baik pemahaman maupun
amaliyahnya. Jika diri kita siap untuk berjuang maka titik itu merupakan
awal perjalanan yang sangat panjang. Jika kita sudah melalui perjalanan
itu maka kesulitan akan sering mendera kita. Jika kita siap, maka kita
bisa memulai bahkan sekarang juga. Soal pilihan politik mau memilih PKS
atau yang lain, itu merupakan hak sepenuhnya ibu-ibu. Seperti mau
mengamalkan Islam secara sungguh-sungguh atau tidak. Atau seperti
memilih suami. Tentu saja sebagai kader PKS saya sangat berharap ibu-ibu
memilih PKS, tetapi hal itu perlu disampaikan secara hati-hati jangan
sampai ibu-ibu merasa dipaksa atau sungkan. Memilih parpol harus dengan
pengetahuan dan keyakinan. Karena setiap pilihan termasuk pilihan parpol
ada konsekuensi pertanggungjawaban dihadapan Alloh. Ibu-ibu bisa
melakukan pilihan dengan suatu tindakan apa yang diambil jika punya
pengetahuan yang cukup tentangnya.
Pertanyaan yang menurut saya paling panas dan
mungkin menyinggung ustadzah adalah tentang PKS kesruduk sapi. Bagaimana
tanggapannya? Masih dengan tersenyum dan dengan wajahnya yang ikhlas
beliau memberi penjelasan dan mengulangi pernyataannya bahwa setiap
pilihan ada konsekuensinya. Jangankan kesruduk sapi, seandainya diinjak
gajah kami juga tetap tidak bergeser. Subhanallah, sampai ibu-ibu
mbrebes mili. Beliau meneruskan: Ibu-ibu sekalian sudah mengenal saya
sejak lama, soal ibu percaya kepada kami atau tidak bagi kami bukanlah
masalah besar. Hanya harapan saya, ibu-ibu tetap istiqomah untuk belajar
Islam dan mengamalkannya. Itu sudah sangat membahagiakan saya.
Tangis
kami pecah. Kami sudah mengenal beliau dan teman-temannya dari PKS
begitu gigih luar biasa dalam setiap kegiatan pengajian, sosial dan
kegiatan-kegiatan yang sangat bermanfaat bagi kami. Sampai ada seorang
seorang ibu yang agak histeris mengatakan: "Demi Alloh, saya menjadi
saksi atas ustadzah dan teman-taman ustadzah. Kalau ustazah berani
mengambil resiko dalam perjuangan, kami tentu tetap mendukung dan
menyertainya. Kami sudah mendapat banyak kenikmatan Alloh berupa
pemahaman Islam. Kami sudah lebih paham untuk apa Alloh menciptakan
kami. Apakah hanya karena kata pengamat saja kami jadi berbalik arah? Mereka hanya bisa ngomong, memang omongan mereka layak untuk ditampilkan
karena layak dijual. Tapi mereka tidak merasakan apa yang kami rasakan.
Mereka tidak pernah mengalami apa yang kami alami. Kami sering bertemu
dan mengetahui apa saja yang ustadzah dan teman-teman ustadzah lakukan.
Apakah kami orang-orang yang tidak bisa berpikir kalau hanya karena
omongan diluar yang tidak jelas mempengaruhi kami".
Keharuan menyelimuti
suasana. Tangis dan airmata tidak bisa dibendung lagi. Acara taklim
berubah menjadi acara tangis-tangisan.
Dengan mengusap buliran airmata yang menetes,
ustadzah pun meneruskan: "Terimakasih atas kepercayaan ibu-ibu semua.
Insya Alloh kepercayaan ibu-ibu akan kami pegang erat-erat".
Dengan rasa
haru yang tidak terbendung salah seorang ibu mengatakan: "Walaupun kami
bukan kader dan bukan apa-apa bagi PKS tapi tetap percaya dengan PKS.
Insya Alloh kami akan lebih rajin beribadah dan lebih rajin untuk
belajar Islam. Dan mulai pemilu akan datang kami semua akan mencoblos
PKS".
Kami semua yang hadir tersenyum-senyum.
Sedangkan ustadzah tersenyum sambil mengucapkan: "Alhamdulillah, semoga
Alloh memberkahi janji ibu. Keinginan yang kuat untuk belajar dan
mengamalkan Islam jika disertai dengan usaha yang sungguh-sungguh pasti
akan ditolong oleh Alloh SWT".
Tumpas habislah kegalauan kami, dan berubah menjadi semangat yang menyala-nyala. Kami yakin Islam adalah harapan terakhir kami.
Seorang Ibu rumah tangga biasa, semangat dengan majelis
taklim
... ... ... Ditempat lain ??? ... ... ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar