Niat merupakan pendorong kehendak manusia untuk mewujudkan suatu tujuan yang dituntutnya. Pendorong ini banyak sekali ragamnya. Ada yang bersifat materil, dan ada pula yang bersifat spiritual. Ada yang bersifat individual, dan ada yang bersifat sosial. Ada yang bertujuan duniawi, dan ada yang bertujuan akhirat. Ada yang berkaitan dengan hawa nafsu, dll.
IKHLAS
Sebagai seorang mukmin, hendaknya pendorongnya dalam beramal itu adalah semata-mata menghendaki keridhaan Alloh dan demi akhirat, tidak mencampuri suatu amal dengan kecenderungan dunia, misalnya karena menghendaki harta dunia, menghendaki kedudukan, mencari sanjungan, tidak ingin dicela, dll, dan inilah yang disebut ikhlas.
Ikhlas dengan pengertian seperti di atas merupakan buah tauhid yang sempurna kepada Alloh SWT yaitu mentauhidkan ibadah dan memohon pertolongan hanya kepada Alloh SWT, seperti yang sering kita ungkapkan di dalam shalat ketika membaca Al-Fatihah: 5,
Dengan ikhlas yang murni inilah, kita bisa membebaskan diri kita dari segala bentuk perbudakan, melepaskan diri dari segala penyembahan selain Alloh, seperti penyembahan kepada dinar, dirham, perhiasan, wanita, kedudukan, tahta, kehormatan, nafsu, dll, dan dapat menjadikan kita seperti yang diperintahkan oleh Alloh SWT kepada Rasul-Nya,
RIYA
Riya merupakan lawan dari Ikhlas merupakan kedurhakaan yang sangat berbahaya terhadap diri dan amal, juga termasuk dosa yang merusak, sebagaimana firman Alloh SWT,
Di ayat lain Alloh SWT berfirman,
Tentang riya ini di dalam hadits, Rasulullah Saw pun bersabda,
"Sesungguhnya orang yang pertama-tama diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid. Dia didatangkan ke pengadilan, diperlihatkan kepadanya nikmat-nikmatnya. Maka diapun mengakuinya.
Alloh bertanya, "Apa yang engkau perbuat dengan nikmat-nikmat itu?"
Dia menjawab, 'Aku berperang karena Engkau hingga aku mati syahid.'
Alloh berfirman, "Engkau dusta. Engkau berperang supaya dikatakan, 'Dia adalah orang yang gagah berani.' Dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu)".
Kemudian diperintahkan agar dia diseret dengan muka tertelungkup lalu dilemparkan ke dalam neraka.
Berikutnya yang diadili adalah seseorang yang mempelajari ilmu dan mengajarkan serta membaca Al Qur'an. Dia didatangkan ke pengadilan, lalu diperlihatkan kepadanya nikmat-nikmatnya. Maka diapun mengakuinya.
Alloh bertanya, "Apa yang engkau perbuat dengan nikmat-nikmat itu?"
Dia menjawab, 'Aku mempelajari ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca Al Qur'an karena-Mu.'
Alloh berfirman,
"Engkau dusta. Tetapi engkau mempelajari ilmu agar dikatakan, 'Dia adalah orang yang berilmu,' dan engkau membaca Al Qur'an agar dikatakan, 'Dia adalah qari' (pandai membaca).' Dan, memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu)".
Kemudian diperintahkan agar dia diseret dengan muka tertelungkup lalu dilemparkan ke dalam neraka.
Berikutnya yang diadili adalah orang yang diberi kelapangan oleh Alloh dan juga diberi-Nya berbagai macam harta. Lalu dia didatangkan ke pengadilan, diperlihatkan kepadanya nikmat-nikmatnya. Maka diapun mengakuinya.
Alloh bertanya, "Apa yang engkau perbuat dengan nikmat-nikmat itu?"
Dia menjawab, 'Aku tidak meninggalkan satu jalanpun yang Engkau suka agar dinafkahkan harta, melainkan aku menafkahkannya karena-Mu.'
Alloh berfirman, "Engkau dusta. Tetapi engkau melakukannya agar dikatakan, 'Dia seorang pemurah.'
Dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu)".
Kemudian diperintahkan agar dia diseret dengan muka tertelungkup lalu dilemparkan ke dalam neraka". (HR. Muslim, An-Nasa'I, At-Tarmidzi dan Ibnu Hiban)
Tatkala Mu'awiyah mendengar hadits ini, maka ia pun menangis hingga pingsan. Setelah siuman dia berkata, 'Alloh dan Rasul-Nya benar. Alloh telah berfirman,
Abdul Aziz Ar-Ra'uuf
"Bahwasanya segala amal perbuatan tergantung pada niat, dan bahwasanya bagi tiap-tiap orang memperoleh menurut apa yang diniatkannya. Barangsiapa hijrahnya kepada Alloh dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rasul-Nya, dan barangsiapa hijrahnya kepada dunia yang ingin didapatkannya, atau wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang ditujunya". (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Tarmidzi dan An-Nasa'I)
"Barangsiapa yang menghendaki keuntungan akhirat, akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu kebahagiaan pun di akhirat". (QS. Asy-Syuraa: 20)
"Sesungguhnya Alloh tidak menerima amal kecuali jika (pelaku) amal itu ikhlas dan mencari keridhaan Alloh dengannya". (HR. Nasa'i)
"Barangsiapa yang menghendaki keuntungan akhirat, akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu kebahagiaan pun di akhirat". (QS. Asy-Syuraa: 20)
"Sesungguhnya Alloh tidak menerima amal kecuali jika (pelaku) amal itu ikhlas dan mencari keridhaan Alloh dengannya". (HR. Nasa'i)
IKHLAS
Sebagai seorang mukmin, hendaknya pendorongnya dalam beramal itu adalah semata-mata menghendaki keridhaan Alloh dan demi akhirat, tidak mencampuri suatu amal dengan kecenderungan dunia, misalnya karena menghendaki harta dunia, menghendaki kedudukan, mencari sanjungan, tidak ingin dicela, dll, dan inilah yang disebut ikhlas.
Ikhlas dengan pengertian seperti di atas merupakan buah tauhid yang sempurna kepada Alloh SWT yaitu mentauhidkan ibadah dan memohon pertolongan hanya kepada Alloh SWT, seperti yang sering kita ungkapkan di dalam shalat ketika membaca Al-Fatihah: 5,
"Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan."
Dengan ikhlas yang murni inilah, kita bisa membebaskan diri kita dari segala bentuk perbudakan, melepaskan diri dari segala penyembahan selain Alloh, seperti penyembahan kepada dinar, dirham, perhiasan, wanita, kedudukan, tahta, kehormatan, nafsu, dll, dan dapat menjadikan kita seperti yang diperintahkan oleh Alloh SWT kepada Rasul-Nya,
"Katakanlah, 'Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Alloh, Rabb sekalian alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Alloh).'" (QS. Al An'am: 162-163).
RIYA
Riya merupakan lawan dari Ikhlas merupakan kedurhakaan yang sangat berbahaya terhadap diri dan amal, juga termasuk dosa yang merusak, sebagaimana firman Alloh SWT,
"... seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Alloh dan hari akhir. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, dan Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir". (QS. Al Baqarah [2]: 264)
Di ayat lain Alloh SWT berfirman,
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya', dan enggan (menolong dengan) barang yang berguna". (QS. Al-Ma'un [107]:5-7)
Tentang riya ini di dalam hadits, Rasulullah Saw pun bersabda,
"Sesungguhnya orang yang pertama-tama diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid. Dia didatangkan ke pengadilan, diperlihatkan kepadanya nikmat-nikmatnya. Maka diapun mengakuinya.
Alloh bertanya, "Apa yang engkau perbuat dengan nikmat-nikmat itu?"
Dia menjawab, 'Aku berperang karena Engkau hingga aku mati syahid.'
Alloh berfirman, "Engkau dusta. Engkau berperang supaya dikatakan, 'Dia adalah orang yang gagah berani.' Dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu)".
Kemudian diperintahkan agar dia diseret dengan muka tertelungkup lalu dilemparkan ke dalam neraka.
Berikutnya yang diadili adalah seseorang yang mempelajari ilmu dan mengajarkan serta membaca Al Qur'an. Dia didatangkan ke pengadilan, lalu diperlihatkan kepadanya nikmat-nikmatnya. Maka diapun mengakuinya.
Alloh bertanya, "Apa yang engkau perbuat dengan nikmat-nikmat itu?"
Dia menjawab, 'Aku mempelajari ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca Al Qur'an karena-Mu.'
Alloh berfirman,
"Engkau dusta. Tetapi engkau mempelajari ilmu agar dikatakan, 'Dia adalah orang yang berilmu,' dan engkau membaca Al Qur'an agar dikatakan, 'Dia adalah qari' (pandai membaca).' Dan, memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu)".
Kemudian diperintahkan agar dia diseret dengan muka tertelungkup lalu dilemparkan ke dalam neraka.
Berikutnya yang diadili adalah orang yang diberi kelapangan oleh Alloh dan juga diberi-Nya berbagai macam harta. Lalu dia didatangkan ke pengadilan, diperlihatkan kepadanya nikmat-nikmatnya. Maka diapun mengakuinya.
Alloh bertanya, "Apa yang engkau perbuat dengan nikmat-nikmat itu?"
Dia menjawab, 'Aku tidak meninggalkan satu jalanpun yang Engkau suka agar dinafkahkan harta, melainkan aku menafkahkannya karena-Mu.'
Alloh berfirman, "Engkau dusta. Tetapi engkau melakukannya agar dikatakan, 'Dia seorang pemurah.'
Dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu)".
Kemudian diperintahkan agar dia diseret dengan muka tertelungkup lalu dilemparkan ke dalam neraka". (HR. Muslim, An-Nasa'I, At-Tarmidzi dan Ibnu Hiban)
Tatkala Mu'awiyah mendengar hadits ini, maka ia pun menangis hingga pingsan. Setelah siuman dia berkata, 'Alloh dan Rasul-Nya benar. Alloh telah berfirman,
"Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka itu di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia tidak akan merugi. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka".' (QS. Huud: 15-16)
Abdul Aziz Ar-Ra'uuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar