Beliau berkata: "Wahai Sufyan, orang yang banyak dusta tidak punya harga diri, orang yang banyak dengki tidak memiliki ketentraman, orang yang suka bosan tidak punya saudara, dan orang yang buruk akhlaknya tidak punya penolong."
Aku berkata, 'Wahai putra Rasulullah, tambahkan kepadaku.'
Beliau berkata: "Wahai Sufyan, jauhilah hal-hal yang diharamkan Allah, maka kamu menjadi seorang 'abid (ahli ibadah). Ridhalah dengan apa yang Allah bagikan kepadamu, maka kamu menjadi seorang muslim (yang sejati). Pergaulilah manusia dengan apa yang kamu suka bila mereka memperlakukanmu, maka kamu menjadi seorang mukmin (yang sejati), dan jangan bergaul dengan orang yang suka berbuat dosa sehingga ia mengajarkan perbuatan dosanya kepadamu.
Seseorang itu tergantung agama kekasihnya. Oleh karena itu hendaklah salah seorang dari kalian memperhatikan, dengan siapakah ia bergaul. Dan mintalah saran dalam urusanmu kepada orang-orang yang takut kepada Allah."
Aku berkata, 'Wahai putra Rasulullah, tambahkan kepadaku!'
Beliau berkata: "Wahai Sufyan, barangsiapa yang ingin hidup mulia dengan tanpa sanak kerabat,
dan kewibawaan tanpa kekuasaan, maka hendaklah ia keluar dari kehinaan kemaksiatan menuju kemuliaan ketaatan."
Aku katakan, 'Wahai putra Rasulullah, tambahkan kepadaku!'
Beliau berkata: "Ayah mendidikku dengan tiga perkara, beliau berkata kepadaku, 'Wahai putraku, barang-siapa yang berteman dengan teman yang buruk maka ia tidak akan selamat, barangsiapa yang memasuki gerbang keburukan maka ia akan dituduh (telah melakukan keburukan) dan barangsiapa yang tidak bisa menahan lisannya maka ia akan menyesal'."
Zainal Abidin bin Ali bin al-Husain Rahimahullah jika berwudhu dan selesai dari wudhunya, maka ia ketakutan. Ketika dia ditanya mengenai hal itu, maka dia menjawab, "Kasihan kalian, tahukah kalian kepada siapa aku akan berdiri dan kepada siapa aku hendak bermunajat?"
Al-Mughirah berkata, "Aku keluar pada suatu malam setelah manusia sudah tidur pulas. Ketika aku melewati Malik bin Anas ra, ternyata aku berdiri bersamanya untuk melaksanakan shalat. Ketika selesai dari membaca al Fatihah, ia mulai membaca, 'Bermegah-megahan telah melalaikan kamu' (At-Takatsur: 1)
hingga sampai ayat,
'Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu),' (At Takatsur 8)
Maka ia menangis dalam waktu yang lama. Ia terus membacanya berulang-ulang dan menangis. Apa yang aku dengar dan aku lihat darinya telah melupakanku dari keperluanku yang karena-nya aku keluar. Aku masih tetap berdiri, sedangkan dia terus membacanya berulang-ulang sambil menangis hingga terbit fajar. Ketika ia mengetahui sudah fajar, maka ia rukuk. Kemudian aku pulang ke rumah, lalu berwudhu, lalu berangkat kembali ke masjid. Ternyata ia sedang berada di majelisnya dan orang-orang berada di sekitarnya. Pada pagi harinya, aku memandangnya. Ternyata aku melihat wajahnya telah diliputi cahaya dan keindahan."
Al-Hafizh Ibnu Asakir meriwayatkan bahwa asy-Syafi'i suatu hari membaca firman-Nya,
"Ini adalah hari keputusan; (pada hari ini) Kami mengumpulkan kamu dan orang-orang yang terdahulu. Jika kamu mempunyai tipu daya, maka lakukanlah tipu dayamu itu terhadap-Ku. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan." (Al Mursalat: 38-40).
Maka ia terus menangis sampai pingsan; Semoga Allah merahmatinya.
Umar bin Abdil Aziz ra berkata kepada seorang ulama, "Berilah nasihat kepadaku!" Ulama itu berkata, "Bertakwalah kepada Allah karena engkau akan mati."
Umar berkata, "Tambahkan kepadaku!"
Ia berkata, "Tidak ada seorang pun dari nenek moyangmu hingga Adam melainkan telah merasakan kematian. Dan kini tiba giliranmu."
Umar pun menangis karenanya.
Umar bin Abdil Aziz ra biasa mengumpulkan para ulama dan fuqaha' pada setiap malam untuk saling mengingatkan kematian dan Kiamat. Kemudian mereka menangis seolah-olah ada jenazah di tengah-tengah mereka.
Mu'adzah al-Adawiyyah ra jika tiba siang hari, ia berkata, "Ini adalah hari di mana aku akan mati." Lalu ia tidak tidur hingga sore hari. Ketika tiba malam hari, ia berkata, "Ini adalah malam di mana aku akan mati."
Lalu ia tidak tidur kecuali sebentar. Ia shalat dan menangis hingga pagi. Ia pernah berkata, "Sungguh mengherankan bagi mata yang selalu tidur, padahal ia telah mengetahui akan adanya tidur panjang di dalam kubur yang gelap."
Hammad bin Salamah berkata, "Tsabit membaca, 'Apakah kamu kafir kepada (Rabb) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna,' (Al Kahfi: 37)
Pada shalat malam sambil menangis dan mengulang-ulangnya."
Tsabit al-Bunani ra berkata, "Tidak ada sesuatu pun yang aku jumpai dalam hatiku yang lebih lezat daripada qiyamul lail. Seandainya kaum yang celaka mencobanya, niscaya mereka mengetahui rahasia kebahagiaan yang sebenarnya."
Hammad bin Zaid berkata tentang Tsabit al-Bunani, "Aku melihat Tsabit menangis hingga tulang-tulang rusuknya berselisih." Raghib al-Qathan menuturkan dari Bakr al-Muzani, "Barangsiapa yang ingin melihat orang yang paling gemar beribadah di zamannya, maka lihatlah Tsabit al-Bunani."
Qatadah berkata, "Menjelang kematiannya, Amir bin Qais ra menangis. Ditanyakan kepadanya, 'Apakah yang membuatmu menangis?'
Ia menjawab, 'Aku tidak menangis karena bersedih terhadap kematian dan tidak pula karena menginginkan harta duniawi. Tetapi aku menangisi kehausan di tengah hari (yakni puasa) dan qiyamul lail."
Ibunya berkata kepadanya pada suatu hari, "Orang-orang sedang tidur, mengapa kamu tidak tidur?"
Ia menjawab, "Neraka Jahanam tidak membiarkanku tidur."
Tsabit al-Bunani ra berkata, "Kami pernah menyaksikan beberapa jenazah, maka kami tidak menyaksikan mereka kecuali dalam keadaan menangis. Demikianlah rasa takut mereka kepada Allah SWT."
Ketika saudara Malik bin Dinar meninggal, Malik keluar mengikuti jenazahnya dengan menangis seraya berkata, "Demi Allah, aku tidak terhibur hingga aku tahu ke mana engkau kembali, dan aku tidak tahu selagi aku masih hidup."
Seorang shalih berkata, "Aku berjalan bersama Sufyan ats-Tsauri, tiba-tiba seorang pengemis datang kepadanya, sedangkan dia tidak memiliki sesuatu untuk diberikan, maka Sufyan menangis. Aku bertanya, 'Apakah yang membuatmu menangis?'
Dia menjawab, 'Suatu musibah bila seseorang mengharapkan kebaikan darimu tapi ia tidak mendapatkannya."
CATATAN KAKI:
* Ibnu al-Atsir, Manaqib asy-Syafi'i, hal. 108
** Mu'adzah binti Abdillah al-Adawiyyah, adalah seorang wanita ahli ibadah sekaligus seorang ulama wanita dari Bashrah, dinilai tsiqah (dapat dipercaya) oleh Yahya bin Ma'in. Meninggal pada tahun 83 H. Lihat, Siyar A'lam an-Nubala', 4/ 508
*** Siyar A'lam an-Nubala', 5/ 224
**** Tsabit al-Bunani adalah seorang imam panutan, tabi'in, tsiqah, abid dan zahid, meninggal pada tahun 127 H. Lihat, Siyar A'lam an-Nubala', 5/ 220
***** Lihat, Siyar A'lam an-Nubala', 4/ 19 ...alsofwah.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar