Dan ketika kita hendak membaca hadits-hadits Rasul, kita harus memastikan apakah hadits tersebut shahih/
benar dari Rasulullah ataukah tidak. Perlu diketahui bahwa kita tidak akan dapat membedakan keshahihan dan kedhaifan hadits tersebut dari Rasulullah Saw kecuali dengan cara meneliti sanad dan juga matannya; karena para ulama rahimahullah telah mencermati hadits-hadits tersebut sekaligus dengan para perawinya, sehingga mereka telah memilah-milah dan menghukumi status hadits-hadits tersebut dari sisi keshahihan dan kedhaifannya, maka dengan demikian kitapun telah dengan sangat mudah dapat mengetahui kedustaan, kepalsuan dan penipuan yang dimasukkan ke dalamnya, seperti dalam kasus tuduhan yang dilontarkan oleh orang-orang Syi’ah yang menyebutkan bahwa tiga orang pembesar sahabat (Abu Bakar ra, Umar ra dan Utsman ra) KABUR dari perang Uhud.
Sangat disayangkan, sebagian orang yang asyik membaca buku-buku kontemporer yang ditulis tentang sejarah Islam, hanya sekedar memperhatikan keindahan cerita atau pengkaburannya semata, dengan tanpa memperhatikan dari segi keshahihah dan kedhaifannya seperti yang terdapat pada buku-buku Abbas Al ‘Aqqad, Khalid Muhammad Khalid, Thaha Husein, George Zaidan (seorang Nasrani) dan buku-buku sejarah yang ditulis oleh orang-orang syi’ah. Dan pada umumnya mereka hanya menceritakan peristiwa-peristiwa sejarah itu dari sudut pandang keindahan sastra dan bahasa dengan tanpa memperhatikan kandungan kisah, apakah kisah tersebut shahih atau dhaif, dan bahkan sebagian mereka bertujuan untuk mengaburkan dan mencemari sejarah Islam itu sendiri. Sehingga tujuan utamanya adalah bagaimana menceritakan sebuah kisah seindah mungkin atau bagaimana menipu pembaca sehalus mungkin?!
Ketika kita membaca tarikh, hendaklah kita mewaspadai kecendrungan terhadap pendapat penulis, tapi hendaklah kita harus tetap fokus pada keotentikan riwayat, bukan kepada pendapatnya, sehingga dengan demikian kita bisa obyektif dalam melakukan penilaian. Dan ketika kita membaca sejarah para sahabat Rasulullah, kita harus meyakini dua hal:
1. Berkeyakinan bahwa para sahabat adalah sebaik-baik manusia setelah para nabi ‘alaihimus salam, karena Allah dan rasul-Nya telah memuji mereka dalam banyak ayat suci Al Qur’an dan hadits yang shahih.
2. Kita harus mengetahui bahwa para sahabat bukanlah manusia-manusia yang maksum/ terjaga dari kesalahan. Ya, kita meyakini kemaksuman mereka secara kolektif (Ijma’ mereka), karena Rasulullah telah mengabarkan bahwa umat ini tidak akan bersepakat di atas kesesatan. Akan tetapi secara individu tidak ada seorangpun yang maksum selain dari nabi dan malaikat.
Oleh sebab itu jikalau Anda mendapatkan ada riwayat yang mencela salah seorang sahabat; maka Anda tidak serta merta menerima atau menolaknya sehingga Anda melakukan penelitian tentang keshahihan riwayat tersebut, maka jikalau Anda mendapatkan bahwa sanadnya shahih, maka itu menunjukkan ketidak maksuman mereka, karena merekapun bisa melakukan kesalahan seperti halnya manusia yang lain, namun jikalau Anda mendapatkan riwayatnya dhaif atau bahkan palsu, maka kita harus tetap dalam sikap awal kita yang meyakini keadilan dan keutamaan para sahabat sebagaimana yang disebutkan oleh Allah dan rasul-Nya.
Barakallahu fikum, semoga Allah selalu memberikan taufiq dan inayah-Nya kepada kita untuk senantisa istiqomah di atas kebenaran !
(Disarikan dari Kitab Huqbatun minat tarikh, syaikh Utsman Al Khamis hafidzahullah, oleh Abu Qudamah, ICM Kendari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar