Apa itu sains?
Sains secara sederhana dapat diuraikan sebagai penafsiran dan pemaparan manusia secara sistematis tentang seluk beluk alam semesta melalui kegiatan ilmiah yang dilakukannya.
Sains: sarana menanamkan aqidah
Sains dan Keberadaan Alloh. Dengan sains, manusia mampu memahami adanya kebesaran, keteraturan, keharmonisan dan keindahan segala yang ada di alam, termasuk diri manusia itu sendiri, dari yang paling kecil seperti atom hingga yang paling besar seperti galaksi. Dengan merenungi kenyataan ini secara mendalam, manusia pada akhirnya mampu berkesimpulan bahwa mustahil sistem yang sempurna ini ada dengan sendirinya, dan dapat terus eksis secara dinamis tanpa ada yang menciptakan segala kesempurnaan tersebut. Dialah Alloh, Rabb yang menciptakan segala sesuatu di alam.
Sains dan Sifat-Sifat Alloh. Lebih dari sekedar menunjukkan keberadaan Pencipta, sains mampu mengungkap Sifat-Sifat Alloh Yang Agung. Keteraturan dan kesempurnaan di alam menunjukkan sifat-Nya yang Maha Tahu dan Maha Kuasa dalam menciptakan hukum-hukum di alam agar berjalan secara sempurna dan teratur. Ditumbuhkannya beragam tanaman, diciptakannya berjenis-jenis hewan sebagai rizqi yang menyenangkan bagi manusia dan diciptakannya kondisi bumi yang nyaman untuk dihuni menunjukkan bahwa Pencipta tersebut memiliki sifat Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Pemberi Rizqi. Begitulah seterusnya, berbagai cabang sains, yang mengkaji beragam ciptaan Alloh secara parsial maupun global mampu mengungkapkan beragam Sifat Alloh Yang Agung.
Sains dan Ketaqwaan Kepada Alloh. Kesimpulan dari uraian singkat di atas adalah bahwa sains merupakan sarana yang sangat penting dalam memahami keberadaan Alloh beserta sifat-sifat-Nya. Semakin luas dan dalam sains yang dipahami seseorang, maka keyakinannya tentang keberadaan Alloh akan semakin dalam. Semakin bertambah pengetahuan yang dimilikinya tentang seluk beluk alam semesta semakin tahu ia sifat-sifat Alloh. Tidak mengherankan jika kemudian ia mudah mengingat Alloh (berdzikir) ketika mempelajari sains (bertafakkur). Semakin bertambah pengetahuannya tentang sains yang digelutinya, semakin menjadikannya hamba yang mengenal dan bertaqwa kepada Alloh.
Beberapa kutipan:
Untuk berma’rifat kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala itu mempunyai dua cara, yaitu:
Pertama: Dengan menggunakan akal fikiran dan memeriksa secara teliti apa-apa yang diciptakan oleh Alloh Ta’ala yang berupa benda-benda yang beraneka ragam ini.
[Sayyid Sabiq (1978), Aqidah Islam: Pola Hidup Manusia Beriman, hal. 31, CV Diponegoro, Bandung.]
Alloh swt menuturkan firman-Nya yang berkenaan dengan alam pada satu ayat, lalu menganjurkan untuk menguasainya dan menjadikan pengetahuan atasnya sebagai jalan untuk ma’rifah (mengenal Alloh) dan khasyatullah (takut kepada Alloh).
[Hasan Al-Banna (2001), Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, cet. VI, hal. 106, Era Intermedia, Solo.]
Sains juga dapat mendangkalkan Aqidah
Dari pemaparan di atas, jelas sekali bahwa sains adalah jalan utama menuju keimanan kepada Alloh dan Sifat-Sifatnya, yang merupakan komponen rukun iman (Aqidah) yang paling utama.
Sains Yang Melupakan Alloh. Akan tetapi sains juga mampu menjadikan orang tidak dapat mengenal Alloh, bahkan menjadikannya lebih jauh dari Alloh. Mempelajari sains bahkan mampu memalingkan seseorang dari mengingat Alloh. Tanyakan pada diri anda, apakah sains yang anda pelajari saat ini mudah menjadikan hati anda basah dari mengingat Alloh? Tidak heran jika pada akhirnya sains yang telah dipelajari bertahun-tahun tidak menambah tingkat ketaqwaan seseorang kepada Alloh, Pencipta alam semesta yang ia pelajari. Ini sungguh ironis, padahal hanya dengan fenomena alam yang sederhana saja Nabi Ibrahim mampu mengenal Rabbnya dan menjadi pribadi yang bertaqwa.
Ada Apa Dengan Sains Yang Ada Sekarang. Tidak bisa dipungkiri sains yang ada sekarang telah memberikan manfaat yang banyak bagi manusia. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa fungsi sains dalam mengenalkan Pencipta obyek sains itu sendiri (yakni alam semesta) kini telah ditinggalkan dan nyaris tidak pernah dimanfaatkan sama sekali. Sains kini hanya sekedar ajang untuk menemukan fenomena alam dalam kerangka pemanfaatannya untuk memenuhi kebutuhan materi manusia. Hampir tidak pernah terdengar eksplorasi sains dengan motivasi agar manusia semakin memahami kebesaran Penciptanya, dengan kata lain untuk memenuhi kebutuhan spiritual manusia.
Sebuah kutipan:
Elisabet Sahtouris*: ...Baru-baru ini saya membaca kembali coretan-coretan yang saya catat beberapa tahun setelah menyelesaikan program doktor saya: “Kadang saya berpikir bahwa saya dianugerahi gelar Ph.D. dikarenakan saya telah berhasil mengingkari fitrah kemanusiaan saya – [yakni] berperilaku seperti mesin, membedah alam tanpa perasaan ataupun emosi.”
Makna, ruh, bahkan akal bukanlah bagian dari cara pandang sains Barat atau, bagian darinya, ilmu biologi dan psikologi eksperimental.
Harman, HW & Sahtouris, E (1998), Biology Revisioned,hal. 36, North Atlantic Books, Berkeley, California.
Tugas kita
Mengembalikan Sains Pada Posisinya. Dengan sains yang hanya membuat hati lalai dari mengingat Alloh ini, hampir mustahil rasanya aqidah paling utama, yakni mengenal Alloh dan Sifat-Sifat-Nya, dapat tertanam dengan baik dalam diri manusia. Oleh karena itu, fungsi sains sebagai pemenuh kebutuhan spiritual sudah selayaknya ditempatkan lagi pada posisi semula, disamping fungsi sebagai pemenuh kebutuhan materi.
Tafakkur dalam Sains. Agar aspek ini muncul kembali dalam kegiatan saintifik, maka diperlukan sebuah metode yang dinamakan tafakkur. Yaitu sebuah metode yang lebih dari sekedar perenungan secara mendalam tentang fenomena-fenomena alam semesta. Akan tetapi juga eksplorasi yang aktif dan dinamis dalam berbagai bentuk kegiatan ilmiah hingga diketahui aspek-aspek alam yang luar biasa, yang menakjubkan dan membuat kagum hati seseorang. Sebuah perasaan ketakjuban mendalam yang pada akhirnya mampu menghantarkan seseorang kepada Alloh Yang Maha Kuasa. Inilah yang hendaknya menjadi dorongan terbesar seseorang dalam mempelajari sains dan meneliti ciptaan Alloh di alam semesta.
Sains dan Dakwah. Dari sini sudah jelas kiranya bahwa sains adalah sarana utama dalam menanamkan aqidah yang paling mendasar. Ini berarti bahwa, mereka yang memiliki pengetahuan tentang sains berarti memiliki sarana untuk menanamkan aqidah dalam dirinya sendiri dan orang lain. Dengan kata lain dia adalah termasuk orang yang paling mampu untuk berdakwah melalui sains yang dimilikinya. Mengajarkan sains bukanlah sekedar menjadikan anak didik, murid, mahasiswa dan masyarakat luas mengerti tentang sains dan aplikasi sains itu sendiri. Akan tetapi lebih dari itu, yaitu menanamkan dalam diri mereka akan keajaiban dan kesempurnaan alam yang merupakan petunjuk keberadaan Alloh Yang Maha Kuasa beserta Sifat-Sifat-Nya.
Sebuah kutipan:
Salah seorang pendiri fisika modern, dokter asal Jerman, Max Planck mengatakan bahwa setiap orang, yang mempelajari ilmu pengetahuan dengan sungguh-sungguh, akan membaca pada gerbang istana ilmu pengetahuan sebuah kata: “Berimanlah”. Keimanan adalah atribut penting seorang ilmuwan.
[Harun Yahya (2001), Keruntuhan Teori Evolusi, Membongkar Manipulasi Ilmiah di Belakang Teori Evolusi Darwin dan Motif-Motif Ideologisnya, hal. 12, Dzikra, Bandung]
Wallaahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar